Mau Kemana TIM TRANSISI ?
Sejak dilantik menjadi Tim Transisi, bermuara kepengurusan PSSI beku. Dan tugas Tim Transisi ada empat : Pertama, menjalankan tugas PSSI sehari-hari, kedua melaksanakan Kompetisi, ketiga melaksanakan KLB agar terpilih pengurus PSSI definitif. Keempat melobi FIFA/AFC agar mengakui produk Tim Transisi dan mencabut sanksi.
Terkait tugas pertama, Tim Transisi tampak melempem karena PSSI yang dibekukan justru tetap eksis bahkan kerap bersuara lantang di media sosial. Padahal, dengan hadirnya Tim Transisi seharusnya kepengurusan PSSI beku.
Terkait tugas kedua, melaksanakan kompetisi juga terlihat Tim Transisi tak berdaya. Lihatlah, turnamen yang dirancang seperti Piala Kemerdekaan diambil alih Mahaka yang kemudian berkordinasi kepada PSSI bukan kepada Tim Transisi.
Terkait tugas ketiga, yakni melaksanakan KLB untuk memilih pengurus PSSI 2015-2019 definitif, sampai kini tak jelas bagaimana sikap dan konsep TT terhadap pelaksanaan KLB tersebut. Mestinya TT sudah melobi FIFA/AFC agar nama-nama tertentu tidak boleh ikut dalam proses pencalonan menjadi pengurus PSSI 2015-2019. Misalnya, nama nama yang tertera dalam kepengurusan hasil KLB PSSI Surabaya, yakni La Nyala CS, harus dinyatakan tak boleh ikut mendaftar sebagai calon pengurus PSSI 2015-2019 karena sudah dibekukan. Selain La Nyala Cs juga harus dipertimbangkan nama-nama besar yang selama ini merusak sepakbola dengan pengaturan skor, sepakbola gajah, dan lain lain agar tidak boleh ikut mendaftar sebagai pengurus dan dipilih.
Konsep ini sudah pernah dilakukan PSSI dan mendapat persetujuan dari FIFA. Yakni tatkala dilakukan KLB PSSI tahun 2011 di Solo, Jawa Tengah. Menjelang KLB tersebut dengan agenda tunggal pemilihan pengurus PSSI periode 2011-2015 terbit aturan dari FIFA melarang sejumlah nama tidak boleh ikut mendaftar, antara lain Arifin Panigoro, Jenderal TNI Purn George Toisutta (saat itu masih aktif sebagai KSAD), Brigjen TNI Purn Bernard Limbong, Nirwan D Bakrie, Nurdin Halid, dan lainnya. Apakah konsep ini sudah dilakukan Tim Transisi ? Jika belum, menjadi ironis, karena mereka bisa saja kembali menjadi pengurus PSSI.
Terkait Voter di KLB tersebut, Tim Transisi sudah harus mengikuti aturan FIFA. Bahwa sesuai statuta FIFA, anggota federasi adalah Klub. Maka, keberadaan Asprov sebagai Voter harus dikembalikan fungsinya sebagai organ perpanjangan tangan PSSI Pusat, bukan lagi sebagai alat politik PSSI Pusat dengan menjadikannya sebagai Voter. Terkait tugas keempat, apakah Tim Transisi sudah melakukan lobi-lobi kepada FIFA dan AFC ?
Semua pertanyaan ini harus segera dijawab oleh Tim Transisi. Jika tidak, maka harapan untuk melihat sepakbola Indonesia berprestasi menjadi sangat jauh dan tak akan kelihatan.
WW