Kolom Renungan Lima Alinea – Cuk! Koyok Messi
Oleh : Oryza Ardiansyah
Mengapa kita mencintai Andik Vermansyah? Saya kira di Indonesia cukup banyak pemain bertubuh kecil dengan kemampuan individu dan kecepatan seperti dia. Namun Andik tetap dianggap ‘berbeda’. Saat Andik digunting oleh David Beckham dari belakang, kita tahu, betapa publik sepakbola mencintainya: Rabu malam itu (30/11/2011), kita melihat, seorang Beckham mendapat teror teriakan ‘huuu’ dari puluhan ribu penonton di Gelora Bung Karno setiap kali menguasai bola.
Di kalangan Bonek, suporter Persebaya (1927) Surabaya, Andik banyak disebut sebagai ‘Lionel Messi Indonesia’. Saya tidak tahu, siapa yang menyebut Andik sebagai Messi pertama kali. Namun saya yakin, sebutan itu tak lepas dari tubuhnya yang kecil dan gaya permainannya yang meliuk-liuk seperti Messi. Di tengah lapangan, Andik meliuk-liuk, dan salah satu Bonek berteriak: ‘Cuuuukkk… koyok Messi.’
Para Bonek, setiap kali Andik diganjal keras, kompak berdiri serentak dari tempat duduknya sembari berteriak: ‘Heeeeiii…” Terus terang, saya belum pernah menemui bintang Persebaya menerima apresiasi dan perlakuan dari Bonek sebagaimana ditunjukkan untuk Andik.
Persebaya (1927) selama ini tak pernah henti memproduksi pemain hasil kompetisi internal. Bonek jarang sekali memiliki pemain idola yang berasal dari luar hasil kompetisi internal klub. Namun, saya merasakan pengidolaan yang berbeda terhadap Andik Vermansyah. Rasa memiliki terhadap Andik lebih besar daripada rasa memiliki terhadap Bejo Sugiantoro.
Apa yang membuat mereka mencintai Andik Vermansyah? Saya rasa ini bukan hanya perkara bakat dan kemampuan teknis Andik yang luar biasa. Kecintaan itu muncul karena Bonek, dan mungkin juga suporter Indonesia umumnya, melihat diri mereka pada sosok Andik. Andik mewakili mimpi besar suporter untuk berada di lapangan membela tim kebanggaan mereka. Kalau pun hari ini tim nasional tidak memanggil Andik, kecintaan suporter Indonesia tak akan pernah hilang. Begitulah. []