APPI: Indonesia Masih Tersandera Dualisme Organisasi Pesepakbola Profesional

Pada 7 May 2014 15:48 WIB

Sampai saat ini, Indonesia masih tersandera oleh dualisme organisasi pesepakbola profesional. Maka dari itu, perjuangan para pesepakbola untuk mendapatkan hak mereka masih merupakan tantangan besar. Catatan itu yang muncul dalam pergelaran International Legal Conference (ILC) 2014 di Jakarta pada Selasa (6/5/2014).

Seminar sehari itu merupakan kerja sama antara Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) dengan Asosiasi Pesepakbola Profesional Dunia (FIFPro). Menurut Wakil Presiden FIFPro Rinaldo Martorelli ILC 2014 merupakan perwujudan komitmen Kongres Tahunan FIFPro 2013 di Slovenia pada Oktober 2013.

“FIFPro akan terus mendukung pesepakbola profesional Indonesia memperjuangan dan menjalankan profesinya,”kata Martorelli. Dalam kesempatan tersebut, Presiden APPI Ponaryo Astaman mengatakan edukasi terhadap para pemain profesional adalah salah satu poin penting. Khususnya, proses pemahaman pemain terhadap klausul-klausul kontrak perjanjian dengan klub. “Kami mengupayakan perlu adanya standard kontrak yang sama antara klub-klub,”kata CEO APPI Valentino Simanjuntak.

Sementara itu, Wakil Presiden APPI Bambang Pamungkas mengatakan kalau dualisme organisasi pesepakbola profesional di Tanah Air sejatinya hanya membuat para pesepakbola profesional menjadi korban. Bambang menerangkan, APPI adalah lembaga yang diakui oleh FIFA lantaran terbentuk dari dan oleh pesepakbola profesional, bukan oleh federasi, dalam hal ini PSSI.

Catatan menunjukkan, PSSI, membentuk organisasi pemain tandingan Asosiasi Pemain Sepakbola Nasional Indonesia (APSNI) sebagai wadah bagi pesepakbola profesional pula. Organisasi itu dipimpin oleh pemain Persija Ismed Sofyan yang dahulunya dipimpin oleh Mundari  Karya.

Menurut Bambang Pamungkas, faktor krusial yang belum terpecahkan adalah APPI tidak bisa bergerak leluasa tanpa kerja sama dengan PSSI. Baginya, hal sama juga terjadi pada APSI yang tak bisa luwes gara-gara tak mendapat restu dari FIFA. “Dualisme ini yang membuat masalah-masalah pemain berhenti dan belum bisa terselesaikan,”demikian Bambang Pamungkas.

Komentar Pengunjung

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Facebook Auto Publish Powered By : XYZScripts.com