SOS: Mayoritas Pemain Asing ISC Tanpa Izin Kerja Alias Ilegal
Pada 31 August 2016 13:06 WIB
fdsinews, Jakarta – 31 Agustus 2016 – Kompetisi Indonesia Soccer Championship (ISC) sudah menuntaskan laga sampai separuh musim (putaran pertama). Tapi, pelanggaran prosedural masih dilakukan para peserta dan anehnya dibiarkan oleh PT Gelora Trisula Semesta (GTS) selaku operator. Salah satunya adalah penggunaan pemain dan pelatih asing.
Berdasarkan hasil survey Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Save Our Soccer #SOS, mayoritas pemain dan pelatih asing tidak memiliki Kartu Izin Tinggal Sementara/Terbatas (Kitas) yang menjadi syarat mempekerjakan tenaga asing sesuai Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013. Artinya, banyak pekerja asing ilegal berkeliaran di ISC dan ini harus ditindak tegas.
“Pemerintah harus bertindak tegas. Ini tidak bisa dibiarkan karena merugikan negara. Klub peserta dan operator kompetisi harus ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku karena telah melanggar aturan negara,” kata Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer #SOS.
Berdasarkan data yang dimiliki #SOS, sampai putaran pertama berlangsung tercatat 81 pemain dan pelatih asing yang keluar masuk dan berkiprah di ISC. Total, 64 pemain/pelatih asing menggunakan visa on arrival, 16 pemain/pelatih memakai visa kunjungan usaha, dan satu pemain tidak diketahui jenis visanya.
“Visa on arrival itu visa turis dan berlaku 30 hari. Tidak bisa digunakan untuk bekerja. Visa kunjungan usaha itu berlaku dua bulan dan bisa diperpanjang maksimal tiga kali alias enam bulan. Buat pekerja yang kontrak satu tahun mestinya harus mengurus KITAS. Bukan mensiasati dengan visa turis atau kunjungan usaha,” Akmal menegaskan. “Klub dan operator yang membiarkan dan melakukan pembenaran terhadap masalah ini bisa dicabut izin usahanya bila mengaju kepada Permenakertrans nomor 12 Tahun 2013,” Akmal menambahkan.
Menurut #SOS, PT GTS selaku operator semestinya menjadi garda terdepan untuk mencegah penggunaan pemain/pelatih asing ilegal demi reformasi tata kelola sepak bola nasional. Apalagi, dalam regulasi dan Manual ISC sudah ditetapkan aturan mengenai syarat penggunakan pemain/pelatih asing.
Dalam pasal 32 ayat 1, tercantum persyaratan keimigrasian yang harus dipenuhi pemain asing di ISC 2016 seperti paspor, Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan salinan kontrak kerja pemain asing. Dalam Pasal 33 tentang status pemain, tercantum pula: “GTS berhak melakukan verifikasi terhadap dokumen yang dipersyaratkan terhadap proses pendaftaran pemain. Ketidaklengkapan dokumen dari Pemain akan mengakibatkan Pemain yang bersangkutan tidak akan disahkan oleh GTS.”
“GTS tidak bisa lepas tangan terhadap pembiaran ini. Mereka yang mengesahkan boleh tidaknya pemain/pelatih asing berkiprah di ISC. Artinya, mereka seharusnya menegakkan aturan. Jangan sampai di putaran kedua ISC hal semacam ini masih terjadi,” Akmal menegaskan.
Berdasarkan aturan ketenagakerjaan, setiap bulannya pekerja asing harus membayar kompensasi senilai 100 dolar AS untuk satu jabatan pekerjaan yang dilakoninya di Indonesia. Artinya, bila total ada 81 pemain/pelatih asing keluar masuk di ISC cukup besar kerugiaan negara. “Badan Olahraga Profesional (BOPI) selaku kaki tangan pemerintah juga tak boleh tinggal diam terhadap pekerja illegal di sepak bola Indonesia. Kalau didiamkan sama saja artinya dengan ‘mengkhianati’ negara,” Akmal mengungkapkan. ****
#Save Our Soccer