Sindikat Pengatur Pertandingan dalam Sepakbola (Bagian 1)
(Diterjemahkan tanpa merubah isi dari artikel Fixed Soccer Matches Cast Shadow Over World Cup)
Penyelidikan New York Times terhadap pengaturan pertandingan menjelang Piala Dunia lalu memberikan gambaran rinci mudahnya penjudi profesional mengatur pertandingan.
Sebuah laporan FIFA, melaporkan adanya sindikat pengatur pertandingan dalam olahraga sepakbola. Credit Illustration by Sam Manchester/The New York Times; photographs from FIFA report and Agence France-Presse — Getty Images
JOHANNESBURG – Seorang wasit sepakbola bernama Ibrahim Chaibou masuk ke dalam bank sebuah kota kecil di Afrika Selatan dengan membawa tas penuh uang $100.000 dalam pecahan uang kertas $100, demikian pernyataan orang yang mengantarnya saat itu. Karena besarnya nominal uang yang disimpan, karyawan bank memberikan Chaibou sebuah cindera mata berupa koin bergambar Nelson Madela.
Malam harinya, bulan Mei 2010, Chaibou memimpin sebuah pertandingan persahabatan antara timnas Afrika Selatan melawan Guatemala dalam persiapan Piala Dunia, sebuah turnamen sepakbola paling bergengsi di dunia. Bahkan untuk penonton biasa, keputusan-keputusan yang dibuatnya saat itu sangat janggal. Dia memberikan dua penalti dengan alasan handsball, walaupun tidak ada tangan yang terkena bola.
Chaibou, asal Niger, merupakan wasit yang dipilih untuk memimpin pertandingan oleh sebuah perusahaan Singapura yang terkenal sebagai sindikat pengatur pertandingan, menurut sebuah laporan internal dan rahasia FIFA, badan sepakbola dunia.
Laporan dan dokumen investigasi FIFA ini, yang diperoleh harian New York Times dan belum pernah dipublikasikan secara umum, memunculkan sebuah pertanyaan serius mengenai rentannya turnamen Piala Dunia terhadap pengaturan pertandingan. Turnamen yang sekarang sedang dilangsungkan di Brasil.
Laporan juga menyampaikan fakta bahwa sindikat pengatur pertandingan beserta wasit-wasit pilihan, telah menyusup ke dalam sepakbola global. Bertujuan untuk mengatur hasil pertandingan dan menggunakannya memanipulasi bursa taruhan. Dalam laporan ini, terdapat rincian cara pintar dan berani para ‘fixer’ (pengatur pertandingan) dalam mengatur ‘setidaknya lima atau lebih pertandingan‘, menjelang Piala Dunia Afrika Selatan 2010 yang lalu. Sekitar 15 pertandingan menjadi target sasaran mereka, termasuk laga persahabatan Amerika Serikat dan Australia, menurut wawancara dan email yang terdapat dalam laporan FIFA tersebut.
Meskipun korupsi sudah ada di sepakbola bertahun-tahun lamanya, namun skandal Afrika Selatan memberikan gambaran sangat jelas dan terperinci, bagaimana mudahnya seorang penjudi professional memanipulasi jalannya pertandingan, dan masalah internal federasi dalam mengatur anggotanya. Laporan setebal 44 halaman tersebut, berisi lampiran akaun bank Chaibou dan banyak bukti lainnya yang menunjukkan bahwa pertandingan Afrika Selatan – Guatemala memang telah diatur.
Setelah pertandingan, sindikat ini bahkan tidak segan membuat ancaman pembunuhan terhadap para perangkat pertandingan yang berusaha menghentikan kecurangan, demikian pernyataan penyidik dalam laporan.
“Apakah pertandingan-pertandingan tersebut diatur?” tulis laporan tersebut. “Kemungkinannya, ya!”
Surat kabar The Times menyelidiki skandal pengaturan pertandingan Afrika Selatan, dengan mewawancarai puluhan pejabat federasi sepakbola, wasit, penjudi, penyidik dan para ahli di Afrika Selatan, Malaysia, Inggris, Finlandia dan Singapura. The Times juga mempelajari ratusan halaman transkrip wawancara, email, daftar nama wasit dan dokumen rahasia FIFA lainnya.
FIFA, yang memiliki kantor pusat di Zurich, dengan hak otonominya, diperkirakan mampu meraup keuntungan sekitar $4 miliar dalam Piala Dunia kali ini, dari hak siar, sponsor maupun penjualan tiket. Tetapi dengan adanya skandal ini ditakutkan dapat menghalangi maksud tersebut.
Surat dari Football 4U International ke federasi sepakbola Afrika Selatan menawarkan untuk menyediakan wasit dalam pertandingan persahabatan Afrika Selatan sebelum Piala Dunia.
- Penyidik FIFA menyimpulkan bahwa pengaturan pertandingan ini, mungkin mendapat bantuan dari pejabat sepakbola Afrika Selatan. Namun, FIFA tidak secara resmi menuduh oknum pengatur pertandingan atau menghukum siapapun yang terlibat dengan pertandingan yang dicurigai tersebut.
- Seorang juru bicara FIFA mengatakan bahwa penyelidikan terus berlangsung, tetapi tidak ada orang yang diwawancarai dalam artikel ini merasa pernah dihubungi oleh pejabat FIFA. Pengamat mempertanyakan keseriusan dan kemampuan FIFA untuk memberantas adanya pengaturan pertandingan.
- Banyak timnas dari berbagai negara yang berkompetisi dalam Piala Dunia Brasil cukup rentan terkena pengaturan pertandingan seperti di Afrika Selatan. Mereka kekurangan secara finansial, memiliki administrasi yang buruk dan permasalahan politik internal.
Ralf Mutschke, kepala keamanan FIFA, berbicara dalam sebuah wawancara dengan FIFA.com tanggal 21 Mei 2014, “pengaturan pertandingan merupakan sebuah kejahatan dalam semua jenis olahraga,” dan dia mengakui bahwa Piala Dunia kali ini cukup rentan terkena.
“Para ‘fixer’ mencari pertandingan sepakbola yang mampu menghasilkan taruhan besar, dan pastinya, turnamen sepakbola internasional seperti Piala Dunia sesuai dengan kriteria ini,” kata Mutschke. “Oleh karena itu, Piala Dunia sangat berisiko terkena juga.”
Chaibou, wasit dalam kasus Afrika Selatan, mengatakan dalam sebuah wawancara telepon bahwa dia tidak pernah memanipulasi pertandingan, dan menyangkal mengetahui atau pernah berbicara dengan Wilson Raj Perumal, seorang penjudi terkenal yang merasa dirinya sendiri sebagai ‘fixer’ paling produktif di dunia, dan oleh FIFA dicurigai sebagai dalang skandal Afrika Selatan.
“Saya tidak pernah mengenal orang ini,” menurut Chaibou. “Saya tidak pernah sekalipun berhubungan dengannya.”
Chaibou menyampaikan bahwa FIFA belum pernah menghubunginya sejak pensiun tahun 2011. Dia juga menolak untuk menjawab pertanyaan terkait dugaan uang yang diterimanya di Afrika Selatan.
Pertandingan tersebut bukan satu-satunya yang dicurigai. Europol, dinas kepolisian intelijen Uni Eropa, melaporkan bahwa ada setidaknya 680 pertandingan di seluruh dunia sejak 2008 hingga 2011 dicurigai, termasuk beberapa pertandingan kualifikasi Piala Dunia, maupun dari turnamen maupun liga bergengsi Eropa.
“Tidak ada pemeriksaan dan pengawasan,” menurut Terry Steans, mantan penyidik FIFA penyusun laporan skandal Afika Selatan, mengenai usaha sindikat ini tahun 2010. “Tindakan mereka sangat efisien dan tidak terdeteksi.”
Pertandingan persahabatan antara Guatemala dan tuan rumah Afrika Selatan pada Mei 2010 di Stadion Peter Mokaba, Polokwane telah “dimanipulasi untuk tujuan penipuan taruhan,” temuan 44 halaman laporan FIFA. Credit Associated Press
Wasit Untuk Dijual
Ketika pemain Afrika Selatan dan Guatemala berbaris mendengarkan lagu kebangsaan. Chaibou berdiri di antara mereka di tengah lapangan. Dia diapit oleh dua orang asisten wasit yang juga dipilih oleh Football 4U Internasional, sebuah perusahaan Singapura sebagai kedok sindikat ini.
Wasit dan asisten wasit ini bisa berada di lapangan, merupakan hasil manuver cerdas para ‘fixer’ beberapa minggu sebelumnya setelah berhasil menembus level tertinggi federasi sepakbola Afrika Selatan.
Seorang pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Mohammad, mendatangi kantor federasi sepakbola Afrika Selatan di Johannesburg dengan membawa sebuah surat tertanggal 29 April 2010. Surat tersebut berisi tawaran untuk menyediakan wasit dalam seluruh pertandingan persahabatan Afrika Selatan menjelang Piala Dunia 2010, termasuk membayar biaya perjalanan, penginapan, makan dan upah mereka. Mereka menyampaikan tujuannya untuk mengambil alih beban federasi yang saat itu sedang kesulitan keuangan. “Kami sangat tertarik untuk bekerjasama dengan federasi sepakbola Anda,” demikian maksud surat itu.
Surat itu ditandatangani oleh Perumal, seorang ‘fixer’ dan juga merupakan eksekutif Football 4U.
Tendangan penalti dalam pertandingan persahabatan Guatemala dan tuan rumah Afrika Selatan Mei 2010 diberikan oleh wasit Ibrahim Chaibou membantu kemenangan Afrika Selatan 5-0. Menurut laporan FIFA, Chaibou menerima $100.000 untuk mengatur pertandingan. Chaibou mengatakan dia belum pernah mengatur pertandingan. Credit Gianluigi Guercia/Agence France-Presse — Getty Images
Tawaran tersebut terdengar aneh bagi Steve Goddard, kepala perwasitan Asosiasi Sepakbola Afrika Selatan saat itu. Goddard, pria ramah asal Inggris yang menggunakan tongkat, memiliki karir yang baik di dalam maupun luar sepakbola. Dia merupakan anggota paduan suara Wales dan bekerja sebagai sound engineer dalam sebuah album produksi studio musik Abbey Road. Dia paham bahwa aturan FIFA hanya mengijinkan federasi sepakbola nasional dalam menunjuk wasit. Organisasi diluarnya, seperti Football 4U, tidak memiliki kewenangan tersebut.
Beberapa hari kemudian, menurut Goddard, Mohammad datang kembali dan menawarkan uang suap sebesar $3.500 untuk tercapainya kesepakatan. Goddard menolak tawaran itu.
Walaupun demikian, pejabat eksekutif federasi sepakbola Afrika Selatan lainnya setuju dengan tawaran Football 4U tersebut. Kemudian disusunlah dua rangkap kontrak, yang isinya memberikan ijin bagi Football 4U untuk menunjuk wasit dalam lima laga persahabatan negara ini. Laporan FIFA menyebutkan, bahwa kontrak ini, “dibuat sangat sederhana dan menggelikan secara komersial.”
Satu kontrak, tanpa tandatangan, atas nama Anthony Santia Raj, diidentifikasi oleh FIFA sebagai rekanan dari sindikat Singapura tersebut. Sedangkan, kontrak lainnya ditandatangani oleh Leslie Sedibe, kepala eksekutif federasi sepakbola Afrika Selatan.
Dalam sebuah wawancara, Sedibe mengatakan bahwa bawahannya telah berbohong kepadanya tentang tujuan perusahaan tersebut, dan menurutnya laporan FIFA hanyalah omong kosong yang tidak perlu dipercaya.
“Isinya hanyalah sampah,” lanjutnya.
Sementara ini, Santia Raj tidak bisa dihubungi untuk memberikan pernyataan.
Penyidik menemukan bahwa pejabat sepakbola Afrika Selatan, tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap latar belakang ‘Mohammad’ ataupun Football 4U, perusahaan yang sudah terkenal karena terlibat dalam pengaturan pertandingan di Cina delapan bulan sebelumnya. Teryata ‘Mohammad’ adalah Jason Jo Loudes, rekanan lain dari sindikat Singapura ini, berdasarkan laporan FIFA. Lourdes juga tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar.
Laporan juga menyebutkan bahwa para pejabat federasi sepakbola Afrika Selatan berisi orang-orang yang, “sangat mudah untuk dibohongi atau sangatlah bodoh.”
Tetapi perilaku mereka ‘pasti mengarah pada suatu kesimpulan’ bahwa beberapa dari pejabat federasi “telah terlibat dalam konspirasi kriminal untuk memanipulasi pertandingan,” begitu menurut laporan tersebut.
Para ‘fixer’ tertarik dengan sepakbola karena keuntungan yang didapat dari pasar taruhan Asia sangat besar, apalagi dengan belum adanya regulasi yang mengatur. Jika dijalankan dengan baik, sebuah pertandingan yang telah diatur sangatlah susah untuk dideteksi. Bisa saja tendangan sengaja meleset, wasit memberi kartu merah atau penalti tanpa sebab yang jelas, atau ofisial tim menyuruh pemain untuk mengalah.
Kebanyakan taruhan dipasang pada tim mana yang akan memenangkan pertandingan atau dipasang pada berapa jumlah gol yang akan tercipta. Banyak penjudi memasang taruhan ilegal di pasar taruhan Asia, dengan perkiraan total uang yang dipertaruhkan mencapai lebih dari ratusan miliar dolar per tahun.
SAFA (South African Football Association/Federasi Sepakbola Afrika Selatan), dengan kondisi keuangan dan administrasi yang buruk, merupakan target yang tepat bagi sindikat ini. Setelah Football 4U mampu masuk ke dalamnya, mereka mampu mengganti wasit di saat-saat terakhir, memiliki akses ke ruang ganti maupun di pinggir lapangan.
Menurut email dari Wilson Raj Perumal ke Ace Kika, seorang pejabat federasi Afrika Selatan, sindikat Singapura menawarkan menyediakan wasit untuk pertandingan.
“Keadaan ini ideal untuk organisai kriminal seperti Football 4U, dengan memanfaatkan kelemahan dan menawarkan uang kepada pejabat SAFA, di mana mereka sendiri sedang kesulitan keuangan,” demikian keterangan laporan FIFA.
Perumal tidak menanggapi permintaan untuk wawancara. Tetapi dalam sebuah pernyataan yang ditulisnya dan diterbitkan bulan April 2014, dijelaskan secara terperinci sesuai dengan laporan FIFA. Dia menulis bahwa kelompoknya menawarkan $60.000 sampai $75.000 kepada Chibou, untuk setiap pertandingan persahabatan yang dipimpinnya.
“Saya bisa melakukan pekerjaan itu,” jawab Chaibou, seperti tertulis dalam pernyataan Perumal, ‘Kelong Kings’ (‘Kelong’ adalah bahasa Melayu untuk pengaturan pertandingan).
Dalam pernyataan tersebut, disampaikan juga bahwa Chaibou telah dibayar $60.000 untuk memanipulasi pertandingan Afrika Selatan melawan Guatemala.
Pada hari pertandingan, Chaibou bersama Robert Sithole, seorang wasit Afrika Selatan, pergi ke Bank Bidvest di Polokwane, sekitar tiga jam dari Johannesburg ke arah timur laut, demikian menurut Sithole dalam laporan.
Sithole menyampaikan kepada penyidik bahwa dia melihat Chaibou menyimpan segepok uang pecahan $100 yang ‘cukup tebal’, mungkin berjumlah sampai $100.000. Chaibou menjelaskan dalam laporan, dirinya menyimpan uang tersebut untuk ditransfer ke istrinya di Niger.
Pegawai bank memberikan Chaibou sebuah cinderamata berupa koin bergambar Mandala, karena “telah menyimpan uang dalam jumlah besar di rekeningnya,” kata Sithole kepada penyidik FIFA.
Beberapa jam kemudian, Chibou tiba di Stadion Peter Makoba dan bersiap untuk menggantikan wasit asal Niger lainnya yang telah ditunjuk memimpin pertandingan.
Keputusan Yang Dipertanyakan
Malam itu, sekitar 25.000 penonton telah memenuhi stadion.
Ketika pertandingan baru dimulai, Sistim Peringatan Dini FIFA, yang memonitor perjudian dalam sebuah pertandingan, telah mendeteksi adanya kejanggalan dalam bursa taruhan. Penjudi terus menaikkan taruhan terhadap perkiraan jumlah gol yang mungkin terjadi, tanda adanya campur tangan orang dalam.
Sebelum pertandingan, bursa taruhan berada pada angka gol 2,68, angka yang normal, menurut Matthew Benham, seorang mantan pialang yang menjalankan sindikat perjudian ilegal di Inggris. Tetapi menjelang kickoff, angkanya naik drastis menjadi 3,48 dan kemudian lebih dari 4 selama pertandingan, kata Benham.
Keputusan-keputusan aneh mulai muncul. Menit ke-12, Afrika Selatan mencetak gol melalui tendangan penalty, setelah pemain belakang Guatemala dinyatakan handsball meskipun tampak jelas dia berada di luar kotak pinalti. Saat babak pertama berakhir, dua asisten wasit dari Tanzania “terlihat sangat gugup,” kata Sithole dalam laporan. Dia merupakan bagian dari pengawas pertandingan saat itu.
src=”//www.youtube.com/embed/BvpYogEGnF8
Cuplikan pertandingan Afrika Selatan vs Guatemala (5-0). Video by Ecuatoriano122395
Pada menit ke-50, giliran Guatemala yang mendapat pinalti aneh akibat handball. Padahal bek Afrika Selatan menahan bola menggunakan dada bukan tangannya.
Goddard menyaksikannya dari tribun, di mana dia melihat banyak orang tampak kebingungan dengan keputusan wasit. Seorang penyiar Afrika Selatan terus melihat ke arahnya tak percaya. Seorang pejabat sepakbola Afrika Selatan berulang kali melihat ke arah Goddard dengan tangan terbuka, seolah-olah mengatakan, “Bagaimana bisa terjadi?”
Memasuki menit ke-56, sebuah tendangan penalti lain yang pantas dipertanyakan dihadiahkan kembali ke Afrika Selatan, menghasilkan gol keempat bagi tim tersebut, kemudian berakhir dengan kemenangan 5-0.
Laporan FIFA menyatakan dengan jelas bahwa, “kami dapat menyimpulkan bahwa pertandingan ini telah dimanipulasi untuk tujuan penipuan taruhan.”
‘Kami Akan Menyingkirkan Anda’
Afrika Selatan memiliki sekali lagi laga pemanasan melawan Denmark tanggal 5 Juni 2010, sebelum berlaga di pembukaan Piala Dunia. Saat harapan masyarakat terhadap timnas sedang melambung, federasi sepakbola Afrika Selatan sedang prihatin karena perilaku janggal wasit.
Malam sebelum pertandingan melawan Denmark, pejabat sepakbola Afrika Selatan menyampaikan peringatan keras kepada wasit Tanzania yang ditunjuk oleh Football 4U untuk memimpin pertandingan. Mereka tidak akan mentoleransi keputusan-keputusan yang dinilai kontroversial.
Ace Kika, salah satu pejabat federasi sepakbola Afrika Selatan, mengecam keras. Dia mengeluh kepada penyidik bahwa orang-orang yang memiliki keterkaitan dengan Football 4U, sering kali mencoba memasuki kamar ganti wasit saat istirahat paruh waktu dalam setiap pertandingan.
Pagi hari sebelum laga melawan Denmark, wasit yang telah ditunjuk mengundurkan diri, dengan alasan sakit perut, meskipun laporan menyebutkan bahwa sebenarnya dia tidak siap. Wasit pengganti harus secepatnya disiapkan.
Berdasarkan pengalamannya melihat wasit dalam pertandingan Guatemala, Goddard telah mempersiapkan wasit lain. “Saya siap untuk apa pun yang terjadi sore itu,” katanya dalam sebuah wawancara.
Dia meminta Matthew Dyer, seorang wasit Afrika Selatan yang dihormati, untuk memimpin pertandingan. Meskipun hal ini tidak biasa bagi seorang wasit, memimpin pertandingan internasional yang melibatkan timnas negaranya.
Tetapi, ketika Goddard sampai di stadion, dia menemukan seseorang yang sudah dikenalnya berada di sana, Chaibou.
Ketika kedua tim sedang melakukan persiapan sebelum masuk ke lapangan, Dyer di suatu ruangan tersembunyi melakukan pemanasan. Sedangkan di ruangan lain, Chaibou sudah selesai melakukan pemanasan dan menerima pesan untuk segera bersiap, tetapi hanya sampai sejauh itu.
Selagi Chaibou menunggu di lorong untuk memimpin kedua tim memasuki lapangan, Goddard berkata sambil meletakkan tangannya di pundak Chaibou, “Saya mengeluarkan Anda dari pertandingan. Anda harus berada dekat saya di tribun.”
Seorang pejabat sepakbola lainnya mengatakan telah mengunci Chaibou di ruang ganti wasit sementara Dyer memimpin di lapangan.
Steve Goddard, kepala wasit Asosiasi Sepak Bola Afrika Selatan tahun 2010, mengatakan dia telah menolak suap dari Football 4U International, sebuah sindikat pengaturan pertandingan, atas penunjukan wasit. Credit Joao Silva/The New York Times
Afrika Selatan menang tipis 1-0. Dalam pernyataannya, Perumal menulis bahwa sebenarnya para ‘fixer’ menginginkan terciptanya tiga gol dalam pertandingan tersebut, akibatnya uang $1 juta menguap begitu saja. Dia juga menulis bahwa Goddard adalah seorang pembawa bencana.
Seusai pertandingan, ketika Goddard sedang dalam perjalanan meninggalkan stadion, teleponnya berbunyi. Ternyata dari Perumal, seorang yang pernah terbukti bersalah mematahkan kaki seorang pesepakbola karena tidak mau terlibat dalam pengaturan pertandingan.
“Kali ini, Anda telah melangkah terlalu jauh, kami akan segera menyingkirkan Anda,” ancamnya, kata Goddard. Perumal sebenarnya hanya menggertak, menurut laporan tersebut. Tetapi dalam pernyataannya, dia mengancam hanya untuk menuntut Goddard karena mengingkari kontrak, bukan untuk membunuhnya.
Goddard bersaksi bahwa Perumal telah mengancam hidupnya.
Pejabat sepakbola Afrika Selatan tidak membuat laporan tertulis adanya ancaman ini dan juga tidak melaporkan ke FIFA atau polisi pada saat itu.
Tetapi, Goddard menganggap ancaman ini sangat serius. Sehingga untuk ‘menyelamatkan jiwanya’, rekannya Kika menyarankan untuk mengijinkan sindikat Singapura ini memilih wasit pada pertandingan keesokan harinya antara Nigeria dan Korea Utara. Di bawah tekanan, Goddard menyetujuinya.
“Pada dasarnya, saya melakukan ini hanya untuk menyelamatkan leher saya,” penjelasannya dalam sebuah wawancara.
Malam itu, pukul 20.26, Kika mengirim email berisi pemberian ijin kepada eksekutif Football 4U untuk menunjuk wasit pada pertandingan selanjutnya. Di kemudian hari, Kika menolak untuk mengomentari masalah ini.
Wasit dalam pertandingan Nigeria – Korea Utara membuat beberapa keputusan kontroversi. Penyidik FIFA tidak mengatakan bahwa wasit tersebut adalah Mr Chaibou, tetapi mereka memastikan bahwa wasit yang memimpin bukanlah berasal dari Portugis sesuai penugasan.
Wasit membuat keputusan kontroversi dengan memberikan kartu merah untuk pelanggaran ringan, dan kembali membuat keputusan kontroversi lainnya dengan menghadiahkan sebuah penalti tanpa alasan yang tepat, tulis laporan tersebut. Pada akhirnya, Nigeria menang 3-1.
Jika sindikat Singapura tidak terkejut dengan hasil ini, sebaliknya dengan para penjudi. “Kami kalah sangat besar di pertandingan itu,” keluh Benham, seorang penjudi profesional. “Bursa taruhan yang tidak masuk akal sama sekali.”
Ketika Afrika Selatan menghadapi Denmark pada 5 Juni 2010, Amerika Serikat mengalahkan Australia 3-1, dalam pertandingan persahabatan lainnya. Menurut email dari Perumal ke Kika tanggal 24 Mei 2014 beberapa minggu sebelumnya, sindikat Singapura meminta untuk dapat menyediakan wasit pada pertandingan tersebut. Dalam sebuah wawancara, Goddard mengatakan bahwa Football 4U menawarkan penggunaan tiga orang wasit asal Bosnia Herzegovina, yang mana menurut laporan FIFA, telah dihukum seumur hidup dalam sepakbola karena terlibat dalam pengaturan pertandingan.
Goddard mengatakan dia telah memperingatkan federasi Amerika dan Australia terhadap keinginan Football 4U. Pada akhirnya, wasit Afrika Selatan yang ditunjuk memimpin pertandingan tersebut.
Pejabat sepakbola Amerika Serikat mengatakan tidak pernah menerima peringatan apapun mengenai ‘fixer’ atau pergantian wasit. Dalam laporan FIFA juga disampaikan tidak ada indikasi adanya manipulasi dalam pertandingan tersebut.
“Kami tidak pernah mendengar apapun tentang ini sebelumnya dan tidak ada alasan untuk meragukan integritas pertandingan tersebut,” kata Sunil Gulati, presiden Federasi Sepakbola Amerika Serikat.
Bahkan jika sindikat ini pun tidak dapat memilih wasit dalam pertandingan Amerika Serikat. Perumal menulis dalam pernyataannya, sindikat Singapura telah mampu menghasilkan empat hingga lima juta dolar dari beberapa pertandingan persahabatan di Afrika Selatan.
Menyangkal Bukti
Perumal berada di Afrika Selatan sepanjang Piala Dunia hingga 30 Juni 2010, tulis laporan FIFA. Perumal menceritakan bahwa dia telah menawarkan uang kepada seorang wasit sebesar $400.000 untuk memanipulasi sebuah pertandingan Piala Dunia. Tetapi wasit tersebut menolaknya karena beranggapan bahwa Perumal hanyalah asal bicara.
Selepas Piala Dunia, seorang wartawan lepas, Mark Gleason, melaporkan beberapa pengawas pertandingan Afrika Selatan terlibat dalam pengaturan pertandingan. Tetapi FIFA tidak menanggapinya.
Bahkan, FIFA tidak pernah melakukan penyelidikan apapun terhadap pertandingan yang dicurigai hampir dua tahun lamanya, hingga Maret 2012. Pada saat itu, Chaibou telah memasuki usia pensiun yang ditetapkan oleh FIFA yaitu 45 tahun. Sedangkan FIFA menyatakan hanya akan menyelidiki wasit yang masih aktif bertugas, sehingga penyelidikan terhadap Chaibou berhenti. “Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan penyelidikan, daripada yang telah direncanakan,” menurut Steans, penyusun laporan tersebut, dalam sebuah wawancara.
Pada saat itu, tim investigasi FIFA, beranggotakan lima orang, bertanggung jawab untuk memeriksa puluhan pertandingan internasional yang dicurigai telah diatur, menurutnya. Tetapi, tim ini tidak memiliki kekuatan ataupun otoritas sebagai penegak hukum.
Penyidik hanya menghabiskan waktu tiga hari berada di Afrika Selatan, tanpa pernah mewancarai wasit maupun pemain yang terlibat, menurut laporan tersebut. Menurut Steans, usaha untuk mewawancarai Chaibou tidak pernah berhasil.
Pejabat FIFA di Zurich menerima laporan tersebut bulan Oktober 2012 yang kemudian menyerahkannya kepada pejabat federasi sepakbola Afrika Selatan, tetapi tidak ada pengaruhnya. Beberapa pejabat federasi sepakbola Afrika Selatan sempat dihentikan sementara, sebelum akhirnya diangkat kembali. Mereka tidak ada yang didakwa karena kejahatan, meskipun FIFA telah menemukan bukti yang kuat adanya pengaturan dan kolusi pada beberapa pertandingan persahabatan.
“Sungguh mengecewakan bagi kami, karena tidak memiliki kesempatan untuk meminta keterangan wasit,” kata Steans, yang memiliki sebuah firma keamanan olahraga. “Saya yakin dapat mengungkapkan lebih banyak lagi. Keterangan tersebut pasti akan memberikan kami lebih banyak informasi yang relevan.”
Sedibe, sekarang menjabat sebagai kepala eksekutif federasi sepakbola Afrika Selatan, mengabaikan laporan tersebut dan menganggapnya penuh dengan muatan politik. “Kenapa memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan masalah ini?” tanyanya. “Kenapa tidak menyerahkannyai ke kepolisian untuk diselidiki dan diselesaikan?”
Tiga bulan setelah pertandingan-pertandingan mencurigakan di Afrika Selatan, Perumal kembali dikaitkan dengan kasus lainnya. Pada bulan September 2010, dia menyelenggarakan sebuah pertandingan di Bahrain, di mana lawan dalam pertandingan itu adalah timnas palsu yang mengaku sebagai timnas Togo, Afrika Barat. Siapa wasit untuk pertandingan ini? Chaibou!
Kehadiran Football 4U dan Chaibou membuat federasi sepakbola Afrika Selatan gelisah. Tahun 2011, seorang pejabat sepakbola Afrika Selatan, Adeel Carlese, setelah terungkapnya skandal di federasi sepakbola negaranya, menceritakan bahwa dia baru menyadari Chaibou akan mewasiti suatu pertandingan u-23 di Johannesburg. Carelse harus mengebut melintasi kota dengan mobil penuh wasit Afrika Selatan untuk segera menggantikan Chaibou dan asisten wasitnya pada menit terakhir.
Ibrahim Chaibou, kedua dari kiri di Nigeria pada tahun 2011, wasit skandal Afrika Selatan, terlihat menyimpan segepok uang $100 sebelum pertandingan yang dicurigai, menurut FIFA.
Chaibou pensiun di Niger tahun 2011.
Perumal ditangkap di Finlandia tahun 2011 dan dinyatakan bersalah karena korupsi. Dia dihukum dua tahun penjara, meskipun akhirnya dilepaskan lebih cepat. Dan kembali ditahan di Finlandia akhir April 2014 karena melanjutkan perannya dalam pengaturan pertandingan.
Setelah kasus Afrika Selatan, Steans berhenti dari FIFA. Dia mengatakan, penyidik FIFA di Zurich memiliki berkas penyelidikan sekitar 90 kasus pengaturan pertandingan di seluruh dunia, beserta kasus-kasus keamanan lainnya. Untuk serius memerangi pengaturan pertandingan, menurut Steans, FIFA memerlukan setidaknya 10 penyidik bekerja penuh waktu mengawasi adanya kecurangan di setiap pertandingan, dan memiliki masing-masing dua kantor di enam konfederasi sepakbola internasional.
“Anda harus memiliki kecerdasan dan pengetahuan terhadap kondisi setempat,” lanjut Steans. “Anda harus bertemu muka dan berbicara dengan sumber, untuk mendapatkan informasi secara langsung dan membantu Anda melawan pengaturan pertandingan sebelum terjadi.”
Seorang juru bicara FIFA menyampaikan bahwa FIFA telah menambah enam orang penyidik dan bekerjasama dengan aparat penegak hukum internasional termasuk Interpol. Delia Fischer, juru bicara tersebut, melanjutkan bahwa untuk Piala Dunia sekarang, 12 petugas keamanan akan ditempatkan di setiap stadion, dengan salah satu tugasnya adalah memantau adanya kemungkinan pengaturan pertandingan.
Sebagai tambahan, Fischer melanjutkan, 18 orang staf keamanan akan siap membantu dari kantor pusat FIFA di Zurich. Mutschke, kepala keamanan FIFA, mengatakan di dalam website, yang menjadi perhatian utama adalah pertandingan ketiga dan keempat babak penyisihan grup, di mana beberapa tim sudah pasti tereleminasi atau lolos ke babak berikutnya.
“Pencegahan bukanlah sesuatu di mana akan menjadi sebuah cerita sukses keesokan harinya,” kata Mutschke dalam wawancara di FIFA.com. “Kami melakukannya untuk solusi jangka panjang, dan kami pasti membutuhkan bantuan dari seluruh anggota asosiasi sehingga akhirnya tujuan ini menjadi sukses.”
Pada akhir tahun 2012, sebuah unit polisi anti korupsi, yang diberi nana Hawks, menyelidiki adanya potensi korupsi terkait dengan skandal pengaturan pertandingan dalam federasi sepakbola Afrika Selatan, termasuk kemungkinan adanya suap sebesar $800.000. Namun pada bulan Maret 2014, Presiden Jacob Zuma dari Afrika Selatan mengatakan tidak akan membentuk sebuah komisi khusus untuk memeriksa tuduhan adanya pengaturan pertandingan tersebut, dan menyerahkan masalah tersebut kepada FIFA.“Saya kecewa dengan sepakbola Afrika Selatan,” kata Steans.
“Saya kecewa dengan sepakbola pada umumnya karena ketika kejadian ini terjadi dalam sebuah pertandingan, mereka harus diperiksa dan dicari kebenarannya. Setelah dua tahun berlalu, dan sekarang sudah empat tahun, waktu yang cukup lama.”
(GTMan)