Sejarah Evolusi Taktik dan Formasi Sepakbola (Bagian 1)
Oleh: Bram Carella
Ketika permainan sepakbola mulai berkembang dan sangat digemari di Inggris pada sekitar abad ke-19 formasi dan taktik pada permainan sepakbola masih bersifat kaku dan juga jauh berbeda dengan era sepakbola modern seperti saat ini, Bahkan tidak ada taktik yang digunakan di hari-hari awal permainan sepakbola. Seperti yang terjadi pada mob football, dahulu di Inggris, permainan sepakbola hanya tentang bagaimana untuk melakukan serangan secara habis-habisan, tendang, lari dan mencetak angka, pertandingan sepakbola pada masa ini lebih mirip seperti pertandingan rugby daripada sepakbola, karena masih menggunakan tangan dan kaki. Sebelum aturan resmi dibuat oleh FA pada tahun 1863, sepakbola pada saat itu dimainkan oleh puluhan atau bahkan ratusan orang dan sering berakhir dengan sebuah kekacauan.
Pada perkembangannya di sekitar pertengahan abad ke-19 sepakbola menjadi makin populer dan berkembang pesat dimainkan di hampir semua sekolah dan universitas yang ada di Inggris. Pada mayoritas sekolah di Inggris hal paling utama dari permainan sepakbola pada masa itu adalah mencetak angka dengan menggiring bola dengan kaki. Pemain akan secara bergiliran menggiring bola ke arah pertahanan lawan sampai mereka dihentikan atau mencetak angka. Passing atau mengoper bola ke rekan tim sangat jarang digunakan.
Alasan utama kenapa permainan sepakbola dimainkan seperti ini. Pertama sepakbola adalah permainan laki-laki yang harus dilakukan secara jantan, dan passing ke rekan tim pada saat itu dianggap tidak jantan, karena memudahkan untuk mencetak angka. Kedua sejumlah sekolah di Inggris melarang passing bola ke depan hanya diperbolehkan passing ke belakang (seperti pada olahraga rugby saat ini), Ketiga di sebagian kecil sekolah permainan sepakbola dimainkan di ruangan sempit (koridor yang dikelilingi sebuah kuadran terbuka) dan akibatnya ada sedikit keuntungan yang diperoleh dari sebuah passing.

Foto: Tulisan tangan Ebenezer Cobb Morley yang dibukukan dalam “Laws of The Game”
Kelahiran sepak bola modern terjadi di Freemasons Tavern pada tanggal 26 Oktober 1863 ketika 11 perwakilan dari sekolah dan klub di Inggris berkumpul, lalu kemudian merumuskan aturan baku untuk permainan sepakbola. Akhirnya terbentuk Asosiasi Sepakbola (The Football Association) dan kemudian menyusun Aturan dasar dari permainan sepakbola yang dibukukan di dalam Laws of The Game.
Dominasi sekolah umum memiliki efek drastis pada awal kemunculan taktik sepakbola pada saat itu, sebagian besar dari klub sepakbola mengikuti taktik dan formasi yang telah diterapkan di lingkungan sekolah. Seperti diantaranya, menumpuk pemain depan, menggunakan sedikit gelandang dan pemain belakang.

Gambar: Ilustrasi permainan awal sepakbola
Permainan sepakbola paling awal yang menggunakan aturan resmi Laws of The Game dari FA, digelar di Barn Elms, London pada tanggal 19 Desember 1863 yang mempertemukan Barnes Football Club melawan Richmond Football Club (beberapa tahun kemudian kedua klub yang merupakan salah satu founding father association football ini berubah kode, menjadi klub rugby football union), pada saat itu formasi standar dimainkan dengan 9 pemain depan, dan 2 pemain belakang. Hal paling aneh tentang aturan awal ini adalah permainan sepakbola masih boleh membawa bola dengan menggunakan tangan (pada tahun 1869 FA melarang penggunaan tangan), tiang gawang tidak memiliki bagaian atas (mirip seperti gawang rugby), tidak diperbolehkan untuk passing bola ke depan hanya diijinkan passing bola ke belakang (seperti pada rugby) dan belum mengenal adanya kiper, karena posisi itu belum ditetapkan hingga tahun 1870.
Video: Ilustrasi permainan paling awal sepakbola dibawah aturan resmi FA (Barnes vs Richmond – 19 Desember 1863)

Formasi awal sepakbola(1-2-7)
Pada saat awal terbentuknya permainan sepak bola, mayoritas tim sepakbola pada saat itu sering menggunakan minimal 5 pemain depan, dengan menggunakan formasi seperti 1-1-8, 1-2-7 dan formasi 2-2-6 (seperti gambar di samping). Inilah gambaran bagaimana formasi dan taktik pada saat Inggris, Skotlandia dan Wales masih belum mempunyai liga profesional.
Pada tahun 1872, tepatnya pada tanggal 30 November 1872 digelar pertandingan sepakbola internasional pertama di dunia yang mempertemukan tuan rumah Skotlandia melawan negara yang “menciptakan” sepakbola, Inggris, peratandingan ini di gelar di Hamilton Crescent, di Partick, Glasgow (Skotlandia). Meskipun sebelumnya pada tanggal 5 Maret 1870 di The Oval, London, FA telah mengadakan pertandingan eksebisi antara Inggris melawan Skotlandia, tetapi pertandingan ini dikemudian hari tidak dianggap pertandingan internasional yang resmi oleh FIFA karena para pemain tim nasional Skotlandia pada saat itu adalah orang-orang Skotlandia yang berbasis di London.

Foto: Brosur pertandingan internasional pertama di dunia
Pada pertandingan persahabatan internasional pertama tahun 1872 tersebut, Inggris mengadopsi formasi 1-1-8 atau 1-2-7 (sebuah formasi yang sangat ofensif), dan Skotlandia memainkan formasi yang sedikit lebih defensif dengan menggunakan line up 2-2-6.
Tidak seperti Inggris, yang membawa para pemain dari 6 klub berbeda, Skotlandia hanya menggunakan pemain dari satu klub; Queen’s Park (klub sepak bola tertua di Skotlandia). Formasi 2-2-6 ala Skotlandia tidak hanya mempunyai pertahanan yang solid, tapi juga memiliki pola yang lebih baik untuk memanfaatkan permainan passing pendek dari kaki ke kaki.
Sulit dipercaya, pertandingan ini berakhir dengan skor 0-0.
Kenapa Inggris yang menggunakan formasi super menyerang dengan 7 atau 8 penyerang tidak bisa mencetak satu gol pun ke gawang Skotlandia? Rahasianya ada pada taktik dan formasi Tim Nasional Skotlandia yang memanfaatkan kerja sama tim yang efektif untuk mengatasi Inggris yang lebih individualistis.

Gambar: Ilustrasi Skotlandia vs Inggris – 1872
Untuk Inggris, satu pemain akan tetap berada di daerah pertahanan, mengambil alih bola muntah atau bola yang dibuang ke jantung pertahanan, lalu menendang bola sejauh mungkin kedepan agar bisa dikuasai oleh pemain tengah atau depan, dan satu atau dua pemain akan berkeliaran lini tengah. Gaya permainan Inggris pada saat itu adalah tentang keunggulan skill individu yang memang pada saat itu para pemain Inggris memang terkenal karena kemampuan teknik dribbling dan penguasaan bola yang bagus.
Skotlandia mengejutkan Inggris dengan benar-benar melakukan passing pendek dari kaki ke kaki. Para pemain Skotlandia diorganisir menjadi berpasang-pasangan dan setiap pemain ditugaskan untuk selalu berusaha mengoper bola ke rekan terdekatnya.
Ide cemerlang dari pelatih tim nasional Skotlandia dengan formasi 2-2-6 ala Queen’s Park ini telah melahiran titik awal dari inovasi sebuah formasi dan taktik dalam sepakbola dengan mengutamakan passing dan kerjasama tim.
1880-an – Kelahiran taktik sepak bola – Formasi: 2-3-5 (Formasi Piramid)
Antara tahun 1880-an s/d 1940-an, formasi 2-3-5 adalah formasi sepakbola pertama yang paling sukses secara jangka panjang, formasi ini bertahan dalam kurun waktu kurang lebih 50 tahun. Formasi 2-3-5 juga dikenal sebagai “The Pyramid”. Pada 1880-an, sistem formasi ini adalah formasi standar di Inggris dan telah menyebar ke seluruh dunia. Dengan beberapa variasi taktik, formasi piramid tersebut digunakan oleh sebagian besar tim di dunia sampai dengan sekitar tahun 1940-an.
Untuk pertama kalinya, sebuah keseimbangan antara menyerang dan bertahan tercipta. Ketika bertahan, dua pemain bertahan (full back), akan menjaga pemain sayap (winger) lawan, sedangkan gelandang (half back) akan menjaga ketiga penyerang (1 center forward & 2 inside forward) lawan.
Half back mempunyai peran vital pada formasi piramid ini, half back berfungsi untuk mengatur serangan dan memarking centre forward (penyerang) lawan. Atau lebih tepatnya half back berfungsi sebagai penyeimbang tim.
Pada saat itu, formasi ini dianggap sebagai cara yang tepat untuk bermain sepakbola, diciptakan untuk mengatasi formasi “Style Skotlandia”.
Formasi pertama mulai muncul disaat permainan sepakbola menjadi lebih profesional. Tepatnya setelah pembentukkan The Football League pada tahun 1888. Preston North End, yang kala itu merupakan pemenang pertama dari edisi pertama liga Inggris (The Football League) pada tahun 1889, yang juga memenangkan Piala FA di tahun yang sama, mereka menggunakan formasi 2-3-5 piramid ini. Preston menyelesaikan 1 musim tak terkalahkan, dan mereka pada saat itu mendapatkan gelar “The Invincibles“.
1920-an – Austria Wunderteam – Menarik mundur Center Forward

Foto: Hugo Meisl
Setelah adanya peraturan offside pada tahun 1925, memaksa tim sepakbola pada saat itu harus melakukan beberapa perubahan posisi pemain dan formasi yang digunakan untuk menyesuaikan dengan aturan baru tersebut. Walaupun piramida klasik (2-3-5) masih secara luas digunakan, klub yang menyukai gaya passing pendek mengoptimalkan formasi 2-3-5 mereka agar lebih baik dan seimbang antara bertahan dan menyerang. Tahun-tahun antara 1920-an dan 1930-an memberikan banyak variasi yang berbeda dari formasi 2-3-5 ini. Salah satu contohnya yang dilakukan oleh Hugo Meisl di tim nasional Austria.
Hugo Meisl adalah sosok di balik kesuksesan tim nasional Austria di era 1930-an (14 pertandingan tidak terkalahkan antara April 1931 s/d Desember 1932) Meisl tidak bekerja sendirian, di belakang Meisl ada sebuah karya dari seorang master taktik asal Inggris Jimmy Hogan, seorang mentor taktik dan juga teman Meisl.
Berkat Meisl di awal 1930-an Tim Nasional Austria menjadi tim yang hebat dan disegani di eropa dan dunia persepakbolaan internasional.
Formasi ini disebut juga dengan 2-3-5 Danubian, Nama “Danubian” diambil dari kata “Sungai Danube” (Bahasa Indonesia: Sungai Donau). Sebuah sungai yang terletak di antara eropa tengah dan eropa timur sungai ini memiliki panjang sekitar 2.850 km, melintasi negara; Austria, Jerman, Hungaria, Cekoslovakia dan beberapa negara di eropa tengah dan timur, nama Danube/Danubian juga menandakan filosofi sepakbola menyerang atraktif dengan kombinasi pasing pendek yang disebarkan di Eropa Tengah dan Timur oleh pelatih Inggris, Jimmy Hogan (yang kurang mendapat apresiasi di negara asalnya, inggris) pada akhir 1920-an dan awal 1930-an. Bagi negara-negara yang dilewati oleh sungai danube, tampaknya ini membentuk sumber pengetahuan tentang bagaimana memainkan permainan sepakbola dengan benar yang terpancar dari satu aliran pemikiran, seperti aliran sungai danube. Jerman, Hungaria, dan Austria adalah negara yang mana sejarah sepakbolanya tidak bisa lepas dari peran seorang englishman bernama Jimmy Hogan. Pada tahun 1930-an, negara-negara di sekitar sungai danube tersebut lebih dikenal dengan julukan “Students of the Danubian School” atau Murid dari Sekolah Danubian.
Video: Sejarah singkat supremasi “Danubian School” pada 1920-an
Sistem yang dikembangkan oleh Meisl dan Hogan dengan cara melakukan sedikit modifikasi formasi 2-3-5 klasik piramid. dengan menarik center forward (penyerang tengah) lebih mundur untuk bermain di posisi yang lebih kebelakang (tepatnya di lini tengah), berada di antara half back dan inside forward. Sama persis seperti yang dimainkan oleh murid Sekolah Danubian lainnya; Cekoslovakia dan Hungaria pada sekitar tahun 1920-an, formasi ini berhasil dibawa ke puncak kejayaannya oleh Austria di awal tahun 1930-an. Sistem Formasi ini mengandalkan kombinasi umpan-umpan pendek yang atraktif dan keterampilan skill individu tiap pemain.

Formasi 2-3-5 Danubian
Pada 1930-an, tim nasional “Wunderteam” Austria asuhan Meisl berhasil menyempurnakan cara mereka menyerang dengan formasi ini, melalui pengembangan taktik yang lebih fleksibel di mana bermain kombinasi antar pemain, gerakan cepat dan kombinasi pasing pendek cepat dari kaki ke kaki, adalah cara yang terbaik untuk memenangkan pertandingan. taktik ini dirasa Meisl, jauh lebih baik daripada menggiring bola secara individual ke arah gawang. Kunci dari permainan ini adalah seorang maestro, mempunyai tinggi badan 175 cm, pria ramping, tinggi, yang cerdas dan kreatif. Namanya Matthias Sindelar, atau dikenal sebagai “Mozart sepak bola”. Posisinya adalah penyerang tengah (Center Forward).
Perbedaan besar antara formasi 2-3-5 Danubian dan formasi 2-3-5 piramid klasik, adalah penggunaan penyerang tengah (Center Forward). Normalya di 2-3-5 klasik seorang penyerang akan ditempatkan di garis paling depan, tapi di 2-3-5 Danubian, Sang center forward (penyerang) Matthias Sindelar ditempatkan jauh lebih ke dalam, di daerah lini tengah, dari sini ia dituntut untuk menjalankan perannya sebagai kunci permainan dari sistem formasi ini, dengan menggunakan kreativitas skill individu nya serta kemampuan mengolah bolanya dari second-line untuk mengobrak abrik pertahanan lawan.
Matthias Sindelar juga dapat dikategorikan sebagai seorang “False Nine” pertama di dunia. Karena posisi dan permainannya di tim nasional Austria pada masa itu mirip dengan False Nine modern pada saat ini, seperti Francesco Totti, Lionel Messi dan Wayne Rooney.
1920-an – Herbert Chapman – Formasi Counter Attack WM: 3-2-2-3 (3-4-3)

Foto: Herbert Chapman

Formasi WM (3-2-2-3)
Sistem formasi WM ini diciptakan pada pertengahan tahun 1920-an oleh Herbert Chapman, mantan pelatih Arsenal (pelatih Arsenal dari tahun 1925-1934) untuk menyesuaikan perubahan dalam peraturan offside pada tahun 1925.
Pertahanan tidak lagi menggunakan dua pemain belakang seperti full back pada era sebelumnya. pada masa itu sangat diperlukan organisasi pertahanan yang lebih baik. Salah satu pemain belakang tidak bisa lagi melangkah keluar dari garis pertahanan untuk mencoba menutup pergerakan penyerang.
Formasi ini menjadi begitu sukses pada akhir tahun 1930-an. Sistem formasi WM juga bisa didefinisikan menjadi 3-2-5 atau 3-4-3, atau bisa juga 3-2-2-3 diantara posisi pemain jika ditarik garis lurus akan mencerminkan huruf yang melambangkan W&M. Dari sini lah nama dari formasi ini diambil W&M, Sedangkan Ruang kosong di tengah formasi antara kedua bagian sayap dan inside forward memungkinkan Arsenal untuk melakukan counter attack (serangan balik) yang efektif, inilah alasan kenapa formasi WM ini disebut formasi counter attack.
WM kemudian diadopsi oleh beberapa klub Inggris, namun tidak ada yang bisa menerapkannya dengan baik seperti cara Chapman menerapkannya pada Arsenal. Hal ini terutama disebabkan oleh kelangkaan pemain seperti Alex James di sepakbola Inggris. Oleh suporter Arsenal, Alex James sering dibandingkan dengan gaya bermain dari Dennis Bergkamp. James mempunyai kontrol bola yang luar biasa, teknik tinggi dan cerdas dalam mengatur ritme permainan dia berposisi di belakang garis depan. Dia adalah salah satu playmaker pertama di awal sejarah permainan sepakbola, yang merupakan kunci dari metode taktik Chapman di Arsenal.

Foto: Márton Bukovi

Formasi WW (2-3-2-3)
Formasi WW
Pada sekitar 1930-an muncul Sistem formasi WW formasi ini adalah pengembangan dari formasi WM, skema formasi WW ini pertama kali diciptakan oleh pelatih Hungaria Márton Bukovi yang mengubah 3-2-5/3-2-2-3 pada formasi WM menjadi 2-3-2-3 WW dengan memutar M “terbalik” menjadi W. Dia merasa Kurangnya center half back di timnya mengharuskan ia memindahkan pemain ini kembali ke lini tengah untuk menjadikannya playmaker, dengan gelandang (half back) diinstruksikan untuk fokus pada lini pertahanan. Ini menciptakan 2-3-1-4 pada fase penyerangan, yang kemudian akan secara instan bermetamorfosis menjadi 2-3-2-3 ketika tim sedang diserang, dan menurut beberapa orang ada semacam hubungan genetik antara WM, WW dan 4-2-4. Formasi ini di kemudian hari berhasil digunakan dan dikembangkan oleh rekan senegaranya, yakni Gusztáv Sebes di tim nasional Hungaria dari awal tahun 1950-an.
1930-an – Vittorio Pozzo – Formasi: 2-3-2-3 (Il Metodo)

Foto: Vittorio Pozzo

Kinerja Centro Mediano pada formasi Il Metodo
Sistem formasi Il Metodo ini dirancang oleh pelatih jenius asal Italia Vittorio Pozzo, pelatih tim nasional Italia pada era 1930-an. Dan dalam perkembangannya formasi ini juga turut melahirkan sistem catenaccio. Sistem formasi ini mengadopsi dasar formasi 2-3-5, kemudian Pozzo juga menerapkan metode milik Herbert Chapman (mantan pelatih Arsenal) yang ada pada sistem formasi WM. Pozzo melihat ada manfaat signifikan dari formasi WM, terutama pada garis pertahanan ketiga, ia melakukan sedikit perubahan untuk lebih menyerang. Dia menggabungkan 2 formasi antara formasi WM dan formasi piramida (2-3-5) klasik. Pozzo meyakini bahwa half back sangat membutuhkan dukungan yang lebih banyak di lini tengah, hal ini menghasilkan penguasaan permainan yang sangat dominan terutama pada lini tengah, sehingga ia menarik mundur dua inside forward dan menempatkannya di lini tengah di depan Left, Center dan Right Half Back. Formasi 2-3-2-3 ini menciptakan pertahanan yang lebih kuat dibandingkan dengan sistem sebelumnya, serta memungkinkan melakukan serangan balik yang cepat dan efektif. Tim nasional Italia memenangkan back-to-back Piala Dunia tahun 1934 dan 1938 menggunakan sistem ini.

Formasi Il Metodo (2-3-2-3)
Posisi pemain baru diperkenalkan pada masa ini dan disebut sebagai “Centro Mediano” Semacam Center Half atau gelandang tengah yang lebih ke dalam, berposisi di depan dua full-back memberikan dukungan cover terhadap fullback. Perubahan baru untuk peran center half back di “Il Metodo” membutuhkan pemain yang bisa bergerak secara terus menerus selama 90 menit dan berperan penting dalam menjaga keseimbangan tim. Dia akan turun di antara dua full back dan memarking center forward jika dalam keadaan bertahan, dan maju ke depan ketika dalam keadaan menyerang. centro mediano yang dimanfaatkan oleh Pozzo ini adalah Luis Felipe Monti yang bisa digambarkan sebagai “deep-lying playmaker pertama di dunia”. Dia akan mendikte permainan, mengatur ritme dan tempo, diposisikan di belakang inside forward, memberikan lebih banyak umpan panjang/direct ball ke sisi sayap, seperti salah satu fungsi center half tradisional Inggris pada sistem formasi piramida 2-3-5 klasik. Monti merupakan pemain tengah yang kuat dan mempunyai tackling keras, namun tak seperti gelandang umumnya pada saat itu, ia juga memiliki keterampilan teknik olah bola tingkat tinggi pada masa jayanya. Dia juga dijuluki sebagai doble ancho.
1950-an – Bentuk Dasar “Total Football Belanda” – The Magical Magyars Hungaria

Foto: Inggris vs Hungaria – 1953 (kiri: Billy Wright, kanan: Ferenc Puskás)
Bermula ketika digelar pertandingan persahabatan antara Inggris melawan Hungaria pada tanggal 25 November 1953 di Stadion Wembley, di kota London (Inggris) yang disaksikan sekitar kurang lebih 105.000 pasang mata. Pertandingan ini merupakan salah satu pertandingan sepakbola paling bersejarah di dunia, bahkan beberapa orang menyebutnya dengan “Match of the Century” atau pertandingan terbaik abad ini dan juga dari pertandingan inilah taktik sepakbola berubah untuk selamanya.
Tim Nasional Inggris yang belum pernah kalah di kandang oleh semua lawan-lawannya dari luar Kepulauan Britania Raya sejak tahun 1863, atau kurang lebih selama 90 tahun lamanya, dipermalukan di kandang sendiri oleh tim yang bermain secara kolektif, mobile dan taktis, inilah “The Magical Magyar” tim nasional Hungaria. Mereka berhasil mengalahkan Inggris 6-3 di Wembley, Pada saat itu Hungaria menunjukkan kepada dunia bahwa Inggris tertinggal jauh dalam perkembangan dan inovasi taktik sepakbola.
Video: Rekaman pertandingan – Inggris vs Hungaria: 3-6, tahun 1953

Foto: Gusztáv Sebes
Di balik keberhasilan Hungaria ini, ada seorang dalang taktik bernama Gusztáv Sebes, filosofi taktiknya terinspirasi dari Piala Dunia sebelum perang dunia ke-2 di era 1930-an, Vittorio Pozzo dengan tim Azzurri-nya dan Meisl dengan “Wunderteam” Austria yang legendaris. Sebes adalah seorang mantan pemain sepak bola Hungaria dan pelatih tim nasional Hungaria. Dengan gelar Wakil Menteri Olahraga Hungaria pada saat itu, ia melatih tim nasional Hungaria yang dikenal sebagai The Magical Magyars (tim ajaib Hungaria) dari tahun 1949 hingga tahun 1957. Di antara para pemain di tim itu ada Ferenc Puskás, Zoltán Czibor, Sándor Kocsis, József Bozsik, dan Nandor Hidegkuti. Bersama dengan Béla Guttmann dan Márton Bukovi, ia membentuk tiga serangkai pelatih Hungaria yang mempelopori pembentukan sistem formasi 4-2-4.
Sebes menjelaskan suatu gaya permainan yang disebut dengan “sepakbola sosialis”, versi awal dari Total Football Belanda, dimana setiap pemain memiliki peran yang sama di lapangan dan harus mampu bermain di semua posisi. Di bawah asuhan Sebes, Tim Nasional Hungaria tidak terkalahkan selama 32 pertandingan berturut-turut, sebuah rekor yang masih belum terpecahkan hingga saat ini. Ketika Sebes menjadi pelatih pencapaian timnas Hungaria diantaranya;
- Medali emas cabang sepakbola di Olimpiade Helsinki, Finlandia tahun 1952
- Juara Kejuaraan Eropa Tengah pada tahun 1953.
- 2 kali mengalahkan Inggris, 6-3 pada 1953 dan 7-1 pada tahun 1954
- Runner-up di Piala Dunia 1954.
- 32 kemenangan berturut-turut dari 4 juni 1950 s/d 3 juli 1954
- Tim Nasional pertama dari luar Kepulauan Britania Raya yang dapat mengalahkan Inggris di kandang sejak tahun 1863, rentang 90 tahun (Hungaria 6 Inggris 3 – 25 November 1953).
- Tim Nasional pertama yang mengalahkan Skotlandia yang tak terkalahkan di 22 pertandingan berturut-turut (32 pertandingan). Sejak 1888.
- Tim Nasional non-Amerika Selatan pertama yang dapat mengalahkan Uruguay (Hungaria 4 Uruguay 2 semi-final – 30 Juli 1954),menghentikan rekor 17 pertandingan tak terkalahkan Uruguay melawan tim non-Amerika Selatan sejak 26 Mei 1924.
- Tim Nasional pertama yang dapat mengalahkan Uni Soviet di kandangnya sendiri (Hungaria 1 Uni Soviet 0 – 23 September 1956).
- Tim Nasional pertama dalam sejarah yang dapat menempatkan 2 pemegang rekor dunia untuk pencetak gol internasional terbanyak (Ferenc Puskás 84 gol dan Sándor Kocsis 75 gol).

(Kiri) Perubahan yang dibuat untuk formasi WW atau MM (yang dikembangkan oleh Bukovi) dan Gustáv Sebes. Dia mendorong full back lebih melebar ke sayap, mendorong kedepan salah satu half back sambil menarik mundur half back yang lain – (Kanan) formasi 4-2-4 yang digunakan oleh Sebes pada saat melawan Inggris di Wembley.
Sebes merevolusi taktik sepakbola dengan 4 elemen inovasi, ide-de yang menginspirasi munculnya Total Football di tahun 1970-an.
4 elemen inovasi tersebut ialah:
- Menerapkan pelatihan stamina dan kebugaran fisik secara berkala pada fisik masing-masing pemain, keterampilan teknik (olah bola, passing, first touch), dan latihan pemahaman taktik setiap minggu secara rutin.
- Menarik penyerang tengah (Center Forward) seperti Nándor Hidegkuti ke posisi gelandang serang, menjadikannya lebih mirip seperti second striker modern pada saat ini, atau bisa juga dikenal sebagai deep-lying forward, ini bertujuan untuk menarik lawan keluar dari daerah pertahanannya agar ada ruang kosong bertujuan untuk dimasuki oleh pemain lain yang sedang melakukan penyerangan ke jantung pertahanan lawan. Walaupun hal semacam itu sudah pernah dilakukan sebelumnya, setidaknya sistem ini mungkin telah membuka mata dunia untuk berpindah dari man-to-man marking ke zonal marking.
- Sebes menuntut bahwa setiap pemain harus mampu memainkan semua posisi di lapangan. Sistem ini menghasilkan fleksibilitas yang sangat luar biasa yang mana akan menjadikan kombinasi tim yang sangat dinamis dan efektif di lapangan dengan semua pemain bergerak ke seluruh penjuru lapangan mengikuti arah bola.
- Sementara formasi WM dan WW yang merupakan sistem formasi balance, seimbang antara menyerang dan bertahan, sedangkan sistem formasi dan taktik baru dari Hungaria ini memanfaatkan taktik menyerang yang sangat dinamis dan fleksibel, yang berarti melibatkan semua pemain dalam menyerang dan bertahan serta pergerakan transisi yang cepat dari bertahan dan menyerang.

Formasi Hungaria (4-2-4)
Dalam hal penerapan taktik dan formasi, perkembangan formasi WM telah berubah fungsi menjadi formasi WW, dikarenakan inovasi jenius dari rekan senegara Sebes yang juga rekannya di kepelatihan tim nasional Hungaria; ia adalah Pelatih asal Hungaria Márton Bukovi dan ia juga terinspirasi dari formasi Italia milik Vittorio Pozzo “Il Metodo” 2-3-2-3. Sebes menggunakan pengembangan lebih lanjut dari sistem formasi WW dengan memajukan Inside Forward (Puskas dan Kocsis) jauh lebih ke depan, sementara penyerang tengah (Center Forward) Hidegkuti akan bermain lebih ke tengah di belakang Puskas dan Kocsis. Salah satu half-back ditarik kebelakang menjadi center half-back posisi yang lebih defensif, bertindak lebih seperti bek tengah daripada gelandang bertahan. Dengan Magical Magyar dan ide-ide cemerlang Sebes, kiper pada masa ini lebih terlibat dalam membangun permainan dari belakang, selain menjaga gawang, kiper dalam sistem ini bertindak lebih seperti sweeper kiper berbeda dengan kiper tradisional yang hanya bertujuan untuk menjaga gawang. Grosics, salah satu dari 6 pemain kunci, ia juga dijuluki sebagai “bek keempat”.
Kunci keberhasilan Magical Magyar adalah para pemain yang selalu bergerak secara konstan selama 90 menit, saling bertukar posisi dan saling menukar masing-masing peran di lapangan, sebuah sistem formasi dan taktik yang sangat efektif jika lawan menerapkan pertahanan man-to-man marking. Ini adalah filosofi taktik yang sangat inovatif dan gaya permainan ini selalu menciptakan ruang kosong di pertahanan lawan, ini bertujuan agar pemain lain dapat menjelajah ke dalam pertahanan lawan yang kosong tersebut, taktik ini juga membuat pemain bertahan lawan kebingungan, harus mengikuti pergerakkan pemain yang terus bergerak kesana kemari atau hanya diam pada daerah/zona posisinya. Apapun yang akan dilakukan oleh pemain bertahan, pasti akan meninggalkan celah di tengah yang nantinya akan disisi oleh playmaker utama Hidegkuti untuk melakukan serangan, begitupun juga dengan Puskás dan Bozsik, yang akan saling bergantian mengeksploitasi pertahanan lawan.
” Ketika kami menyerang, semua pemain ikut menyerang, hal yang sama terjadi pada pertahanan. Kami adalah bentuk awal dari Total Football. “
Ferenc Puskas, Inside Forward dan Kapten Tim Nasional Hungaria (84 gol dalam 85 caps antara 1945-1956)
Bersambung…