Kolom Renungan Lima Alinea – Untung Kami Kalah

Pada 20 May 2014 06:48 WIB

Oleh:  Oryza Ardyansyah

Sepakbola dan kematian seperti tak membutuhkan penjelasan-penjelasan di El Salvador. Termasuk, ketika Amelia Bolanios dimakamkan dengan panji-panji kenegaraan: pasukan pengantar jenasah berderap dengan langkah rapi menuju kuburan, dan presiden El Salvador serta para menterinya mengikuti di belakang peti mati yang dibalut bendera negara.

Amelia adalah gadis muda yang mati bunuh diri, sesaat setelah Roberto Cardona, ujung tombak Honduras, menjebol gawang El Salvador pada pertandingan pertama play-off kualifikasi memperebutkan tiket Piala Dunia 1970. Ia menembak dadanya dengan pistol yang tersimpan di laci meja kerja sang ayah. El Salvador kalah 0-1 di kandang lawan. 

Laga kedua Honduras melawan El Salvador, kali ini di Stadion Flor Blanca San Salvador, dipenuhi puluhan ribu orang yang tak ubahnya para demonstran. Mereka berteriak histeris, mengusung foto besar Amelia Bolanios, menyumpah-serapah pemain-pemain Honduras. Tim nasional Honduras harus diangkut dengan kendaraan taktis untuk menuju stadion.

El Salvador menang 3-0. “Untunglah kami kalah,” keluh Mario Griffin, pelatih Honduras. Namun, para pendukung Honduras yang datang ke sana tak seberuntung itu. Mereka dihajar tunggang-langgang oleh para pendukung El Salvador: dua tewas, ratusan luka-luka, 150 mobil milik pendukung Honduras dibakar.

Tak butuh waktu lama. Perbatasan dua negara ditutup beberapa jam kemudian. Perang seratus jam antara dua negara itu menelan enam ribu orang tewas, dua belas ribu orang terluka, lima puluh ribu orang kehilangan rumah dan tanah. Desa-desa hancur. Perang ini menutupi motif dampak kebijakan reformasi tanah pemerintah Honduras, yang menyebabkan 300 ribu imigran El Salvador yang sudah menetap dan memiliki tanah di sana kembali ke negaranya. Kebencian karena perasaan terusir warga El Salvador dari Honduras mengatasnamakan sepakbola dan nasionalisme.

Komentar Pengunjung

Facebook Auto Publish Powered By : XYZScripts.com