Pada 19 May 2014 06:07 WIB
oleh: Oryza Ardyansyah
Senin, 9 Juni 1969. Tegucigalpa, ibu kota Honduras. Ini pertandingan pertama tim nasional Honduras melawan El Salvador untuk memperebutkan satu tiket ke Pialad Dunia di Meksiko tahun berikutnya. Dunia tak menaruh perhatian untuk sebuah laga dua negara yang sama-sama tak punya nama tenar di dunia sepakbola.Luis Suarez, seorang pengamat politik nun jauh di Meksiko sana, seperti melontarkan sebuah nujum kepada Ryszard Kapuscinski, seorang jurnalis Polandia: “Sebentar lagi akan terjadi perang.”Pertandingan itu berakhir 1-0 untuk kemenangan Honduras. Para pemain El Salvador bermain loyo, setelah malam sebelum pertandingan, hotel mereka menginap didatangi sejumlah pendukung timnas Honduras yang menyambitkan batu-batu ke jendela, dan klothekan, memukul kaleng-kaleng kosong. Sebuah malam yang berisik.
Dunia tetap tak menaruh perhatian, ketika Amelia Bolanios, di depan televisi di rumahnya di El Salvador sana, mengambil sebuah pistol di laci meja kerja sang ayah dan menembak dadanya sendiri. Dan yang terjadi berikutnya adalah dramatisasi: cerita menyebar, bahwa gadis muda itu tak tahan melihat tanah airnya bertekuk lutut dalam pertandingan sepakbola melawan Honduras.
Tak ada yang tahu pasti alasan Amelia mengakhiri hidupnya. Ia hanya mati sesaat setelah Roberto Cardona, ujung tombak Honduras, menjebol gawang El Salvador. Adakah ia mati demi sepakbola? Adakah ia seorang patriot, pahlawan?
Komentar Pengunjung