Ketua “Boneka” PSSI
FDSInews – Belakangan ini, istilah pemimpin “boneka” merebak dalam berbagai omongan seputar politik. Tanpa terlalu jauh masuk ke politik, istilah “boneka” sudah lama disematkan suporter Indonesia pada sosok Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin Husein.
Secara de jure, Djohar memang menjabat sebagai pucuk pimpinan tertinggi organisasi sepakbola Indonesia tersebut. Tapi, secara de facto, Djohar Arifin masih kalah kuasa dibanding dua sosok lain yang ada di PSSI. Dua sosok tersebut adalah sang Wakil Ketua Umum yang merangkap sebagai Ketua Badan Tim Nasional (BTN) yang dijabat oleh La Nyalla Matalitti dan Sekjend PSSI yang juga CEO PT. Liga Indonesia, Joko Driyono. Kedua sosok inilah yang sebenarnya mengendalikan PSSI. Mulai dari urusan liga, komunikasi dengan federasi luar dan FIFA, hingga masalah-masalah lainnya.
Berkurangnya kekuasaan Djohar Arifin sudah terlihat semenjak KLB Borobudur beberapa waktu yang lalu. Sebagai seorang ketua umum, Djohar tak kuasa ketika gerbong pengurus yang dulu sudah dipecatnya, kembali menguasai PSSI. Bahkan, dengan beraninya menyingkirkan orang-orang yang dulu mengangkat Djohar Arifin sebagai ketua umum PSSI.
Dan perlahan tapi pasti, Djohar Arifin tak ubahnya sebagai pimpinan “boneka” saja. Djohar Arifin hanya berperan sebagai pajangan Ketua Umum PSSI. Sementara kekuasaan dan kendali PSSI malah berada di tangan La Nyalla Matalitti. Tengok saja, semenjak KLB Borobudur, praktis Djohar Arifin tak banyak berkomentar tentang PSSI. Malah, yang sering bermanuver adalah sang ketua BTN dan Sekjend PSSI. Djohar pun tak kuasa menahan adanya rangkap jabatan yang dilakukan wakil dan sekjendnya. Secara statuta, memang tidak ada aturan yang melarang. Tapi, hal inilah yang memicu adanya konflik kepentingan dalam kepengurusan PSSI.
Entah sampai kapan Ketua “boneka” PSSI ini akan menjabat. Apakah sang “boneka” akan dilengserkan oleh sang dalang saat kongres PSSI 2015 nanti?
(hmm)