Kami ini Korban Bukan Pelaku, Kami Menuntut Keadilan!

Pada 30 July 2015 10:26 WIB

fdsinews.com – Kasus sepakbola gajah sudah lama terjadi, yaitu di bulan Oktober 2014. Komdis PSSI sudah membuatkan berita acaranya, dan sanksi juga sudah dijatuhkan. Tapi mendadak ada beberapa pemain PSS Sleman yang jadi pelaku kasus besar tersebut ingin diberi kesempatan untuk bicara buka-bukaan mengungkap fakta sebenarnya dengan tujuan ingin mendapatkan keadilan, dan terbebas dari hukuman.

Kami ini korban, bukan pelaku. Kami dipaksa menjadi pemain drama, yang tak sesuai hati nurani kami. Bahkan di awal babak ke 2 beberapa diantara kami berkata kepada wasit supaya pertandingan dihentikan saja. “Pertandingan macam apa ini?” ujar Satrio Aji.

Ada rekan kami yang berprofesi penyerang, tapi saat merengsek maju ke areanya PSIS justru diteriaki supaya mundur, dilarang melakukan pressing. Ketika kode topi dibalik dari asisten pelatih Edi Broto sudah diberikan sebagai tanda gol bunuh diri sudah saatnya dilakukan, tetapi kami belum juga mau melaksanakan perintah mencetak gol bunuh diri, ada rekan kami yang diberi tugas off goal tersebut dipanggil ke tepi lapangan dan dibentak: “Wani ora?” Artinya mempertanyakan keberanian untuk melalukan gol bunuh diri.

Pelatih Herry Kiswanto sampai tidak tahan melihat laga ini. Apalagi kendali pertandingan bukan lagi ditangannya, melainkan diambil alih oleh manajemen. Kami tahu pak Herry meninggalkan bench dengan menangis dan masuk ke ruang ganti melaksanakan sholat. Itu tekanan luar biasa yang dialami pelatih yang tersandera skenario pihak manajemen.

Saat kami dipanggil komdis, kami semua sudah dikondisikan untuk mengatakan bahwa manajemen tidak terlibat. Katanya jika kami ikuti skenario ini, nanti tidak dapat hukuman. Nyatanya hukuman yang dijatuhkan kepada kami sebagai korban justru sangat berat. Ada yang dihukum seumur hidup. Sementara manager yang setahu kami adalah yang memberikan perintah justru lolos hukuman.

Kami masih menahan diri untuk diam, katanya mau dibela untuk ajukan banding. Tapi mana hasilnya? Kami tetap pemain terhukum. Kami juga tersandera dengan gaji kami beberapa bulan yang belum dibayarkan. Jadi mau melawan kebijakan manajemen masih takut karena bisa-bisa hak kami tidak dibayarkan.

Ketika kami sudah putus asa dan ingin mengungkap fakta sebenarnya, terlindas oleh isue match fixing, pembekuan PSSI dll, sehingga kami merasa waktunya tidak tepat. Tapi saat ini kami sudah tak bisa menahan diri lagi. Melihat rekan rekan pemain yang lain sedang bersiap mengikuti turnamen PIS atau PK, kami tak bisa melakukan apapun, kami ingin berteriak menuntut keadilan. Kami ingin dibebaskan dari hukuman. Kami ingin bekerja dengan profesi sebagai pemain bola. Kami ini korban, bukan pelaku. Itulah sebabnya meski kasus ini sudah lama dan basi, tapi kami tetap ungkap sekarang guna menuntut keadilan.

Karena kami semua adalah saksi hidup dan mendengar pernyataan manajer kami (Suparji) yang mengaku habis ditelpon Vigit Waluyo supaya menghindari Borneo FC. Itulah sebenarnya penyebab terjadinya sepakbola gajah ini. Kami maunya fight, karena kami pemain tidak takut melawan siapapun. Kalaupun kalah adalah hasil berjuang diatas lapangan, bukan skenario drama seperti ini.

Komentar Pengunjung

Facebook Auto Publish Powered By : XYZScripts.com