Bung Karno Menangis Melihat GBK
Bukan seorang Bung Karno kalau tidak mempunyai mimpi besar. Ego seorang pemimpin bangsa yang baru merdeka seolah-olah ingin ditunjukkan si Bung 64 tahun silam. Bung Karno ingin bangsanya tidak dipandang sebelah mata di bidang olah raga.
Lahan seluas 279,1 hektare dibebaskan yang membentang dari Ratu Plaza sekarang, Hotel Sultan, sampai dengan Departemen Kehutanan, SMA 24, hingga Senayan City. Bisa dibayangkan betapa luasnya bentangan lahan itu. Semua dilakukan untuk kejayaan olah raga Indonesia.
21 Juli 1962, Indonesia dipimpin Ir. Soekarno berhasil menorehkan sejarah dengan berdirinya sebuah stadion berkapasitas 100 ribu penonton beratap temu gelang. Stadion seharga 12.5 juta dollar hasil pinjaman dari negara sahabat Indonesia saat itu, Uni Soviet.
Sejak itu Stadion Utama Senayan menjadi sebuah tempat bergengsi bagi semua pesepakbola Indonesia. Sudah begitu banyak bintang dunia pernah merasakan rumputnya, mulai megabintang Brasil, Pele dan Tostao di era 70an bersama Santos, kemudian New York Cosmos [AS] yang membawa 2 megabintang dari Eropa, Franz Beckenbauer (Jerman) dan Johan Cruyff (Belanda).
Memasuki masa 80an, bintang semacam Socrates dan klubnya Corinthians, Ruud Gullit dan Ronald Koeman dengan PSV Eindhovennya pun pernah merumput di Stadion ini. Belum lagi di era millenium, Luiz Suarez bersama Timnas Uruguay, David Beckham dan LA Galaxy tak mau ketinggalan.
Entah apa yang Bung Karno katakan jika melihat Kawasan Gelora Bung Karno sekarang. Lahan 279,1 hektaree ini telah menyusut hingga tinggal 136,84 hektare (49%). Dan dari angka itu, 51% nya, 67,52 hektare ( dari semula 24,2%) digunakan berbagai bangunan pemerintah seperti Gedung MPR/DPR, Kantor Departemen Kehutanan, Kantor Departemen Pendidikan Nasional, Gedung TVRI, Graha Pemuda, kantor Kelurahan Gelora, SMU Negeri 24. Belum lagi yang di sewakan sebagai gedung komersial seperti Hotel Century, Sultan, Plaza Senayan dan lain-lain.
Dan kebanggaan dunia olah raga Indonesia terutama sepakbola di Kawasan Gelora Bung Karno saat ini hanya berharap pada Stadion tua, Stadion Gelora Bung Karno. Stadion yang toiletnya sangat tidak representatif, belum lagi bangku kayu memanjang penuh debu dan rusak di banyak tempat, yang konon kayunya dipilih sendiri oleh Bung Karno, hingga saat renovasi untuk persiapan Piala Asia 2007 pun, bangku kayu panjang itu tidak diganti.
Jika Bung Karno masih hidup dan hadir saat Timnas U19 Indonesia melawan Timnas U19 Korea Selatan, mungkin akan menangis menyaksikan Stadion kebanggaannya seperti sawah yang dibajak petani. Genangan air dimana-mana hingga pertandingan ditunda cukup lama.
Entah sampai kapan tangisan Bung Karno di GBK akan berhenti. Semoga pihak-pihak yang diberi amanah untuk mengelolanya bisa mengembalikan kebanggaan seperti orang Inggris dengan Stadion Wembley nya atau Brazil dengan Stadion Maracana.
@taufand