BOPI: Pemerintah Jangan Gegabah Cabut Pembekuan PSSI

Pada 25 February 2016 13:22 WIB

Jakarta, 25 Februari 2016: fdsinews.com – Pertemuan Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo bersama Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi dan Ketua Tim Adhoc PSSI, Agum Gumelar, di Istana Negara, Rabu (24/2), yang membahas soal pembekuan PSSI langsung memunculkan kesimpangsiuran berita.

Di satu sisi ada yang langsung menyatakan pembekuan PSSI berdasarkan Surat keputusan Kemenpora bernomor 01307 tahun 2015 tertanggal 17 April 2015 otomatis dicabut. Isu ini langsung disebarluaskan Ketua Umum PSSI (tak diakui), La Nyalla Mattalitti, lewat bradcast massage ke sejumlah kalangan. Padahal, sejatinya dalam pertemuan tersebut Presiden Joko Widodo sebatas meminta Menpora, Imam Nahrawi, agar dalam dua hari ini mengkaji kemungkinan pencabutan pembekuan itu dengan tetap mengedepankan esensi reformasi dan pembenahan tata kelola sepak bola nasional yang karut marut. Artinya, andaikan ada pencabutan pembekuan, pemerintah tetap menyertakan sejumlah syarat yang harus dilakukan.

Ketua Umum Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), Mayjen (Pur), Noor Amman, menyarankan agar pemerintah jangan gegabah mencabut pembekuan PSSI. Pasalnya, banyak aspek yang harus dijadikan pertimbangan. Di antaranya, faktor perjalanan sejarah saat pembekuan itu dikeluarkan. Saat itu PSSI membangkang dan menyatakan bahwa hanya tunduk dan patuh kepada FIFA. Pemerintah sebagai penguasa negeri ini tak dianggap. Bahkan lewat surat ke FIFA, PSSI sendiri yang meminta agar sepak bola Indonesia di sanksi FIFA karena tuduhan intervensi Pemerintah.

Dalam hal ini BOPI yang melakukan verifikasi faktual terkait lima aspek klub profesional yang terjadi penyimpangan terkait kepesertaan Persebaya Surabaya (kini Surabaya United) dan Arema Cronus. Selain itu, banyak juga klub yang tak memenuhi standar lisensi profesional yang ditetapkan FIFA/AFC. Penunggakan gaji, banyak klub yang tak memiliki NPWP, mengemplang pajak, sampai kepada adanya indikasi match fixing di sejumlah pertandingan yang digelar.

Lewat diskusi dengan mantan Sekjen PSSI, Joko Driyono, yang juga CEO PT Liga Indonesia, Noor Amman menyatakan bahwa Joko Driyono mengakui sejatinya tak ada intervensi dari Pemerintah seperti yang termaktub dalam surat PSSI ke FIFA agar diberikan sanksi terkait pemaksaan kriteria tambahan verifikasi klub professional yang dilakukan BOPI. Apa yang dilakukan BOPI sudah sesuai dengan standar lisensi klub professional yang dikeluarkan FIFA/AFC.

“Artinya, kalau benar pembekuan itu akan dicabut harus ada klarifikasi terlebih dahulu. bahwa tidak benar Pemerintah (melalui BOPI) melakukan intervensi seperti yang tertuang dalam surat sanksi FIFA tertanggal 30 Mei 2015,” kata Noor Amman. “ Selain itu, juga harus ada jaminan terlebih dahulu bahwa sanksi FIFA benar-benar akan dicabut dan reformasi tata kelola sepak bola Indonesia benar-benar akan berjalan sesuai yang dicita-citakan,” Noor Amman menambahkan.

Menurut Noor Amman, reformasi tata kelola sepak bola nasional tak boleh berhenti di tengah jalan karena kepentingan politik dan kelompok orang yang selama ini “hidup” dalam carut marutnya sepak bola nasional. “Kita sudah disanksi FIFA atas permintaan PSSI. Lalu, pembekuan PSSI oleh pemerintah harus dicabut begitu saja? Di mana essensi reformasinya bila tak ada gambaran tata kelola sepak bola Indonesia masa depan. Karena itu pemerintah jangan gegabah dan rentan dengan tekanan. Keputusan yang diambil harus bermartabat. Reformasi harus dituntaskan,” Noor Amman menjelaskan.
.
Sekjen BOPI, Heru Nugroho, menegaskan bahwa sanksi FIFA sejatinya bisa dijadikan pondasi utama untuk membangun tata kelola sepak bola Indonesia yang lebih baik. Pembenahan total harus dilakukan di semua sendi sepak bola nasional. Baik dari sisi industri, pembinaan, maupun prestasi. Heru tak berharap reformasi tata kelola sepak bola nasional mandeg karena ada sejumlah orang yang “masuk angin” karena mendapatkan pendekatan dari pihak-pihak yang selama ini justeru membuat perkembangan sepak bola Indonesia menjadi lamban.

“Permafiaan di sepak bola nasional sudah menggurita. Jadi, semua harus dibereskan secara total. Inilah esensi reformasi yang ditunggu para pecinta dan stakeholder sepak bola nasional. Jangan melemah hanya karena tekanan politik dan pihak-pihak tertentu. Pemerintah dalam hal ini negara memang harus masuk di sepak bola karena ini jati diri dan harkat martabat bangsa,” ungkap Heru.
.
Dalam kesempatan ini, Noor Aman ingin mengingatkan semua pihak, termasuk kepada Presiden Republik Indonesia pada Pidatonya yang disampaikan saat pembukaan Piala Presiden tahun lalu di Gianyar, Bali. “Saya masih terngiang ucapan Bapak Presiden yang mengatakan : Reformasi persepakbolaan nasional adalah pilihan yang harus diambil untuk membangun prestasi sepakbola nasional di masa depan. Semua pihak harus mendukung langkah ini dan berani berkorban. Ini adalah pil pahit yang harus kita telan agar sepakbola nasional bisa sehat dan berkembang.” Katanya.

“Juga, saya masih menyimpan momori ungkapan Bapak Presiden pada waktu itu yang menyatakan : Reformasi sepakbola memerlukan langkah besar, kesabaran dan pengorbanan. Tidak apa-apa sekarang kita diberi sanksi oleh FIFA, tidak bisa bertanding di dunia international daripada kita kalah terus.” Pungkas Noor Aman.

Komentar Pengunjung

Facebook Auto Publish Powered By : XYZScripts.com