Anak Orang Kaya Main Sepak Bola

Pada 28 May 2014 09:47 WIB

Oleh: Oryza Ardiansyah

Globalisasi menyebabkan klub-klub sepakbola dunia macam Real Madrid maupun Arsenal membuka akademi sepakbola di Indonesia. Tentu saja, biaya untuk ini tak murah dan sulit dijangkau oleh keluarga sosial menengah ke bawah, terutama perkotaan.

Iwan Fals pernah menuangkan kisah tentang anak-anak perkotaan yang kesulitan tanah lapang untuk bermain sepakbola dalam salah satu lagunya. “Sepakbola menjadi barang yang mahal. Untuk mereka yang punya uang saja, dan sementara kita di sini, di tanah ini,” lantun Iwan.

Tren global itu tentu tak bisa ditampik. Di satu sisi, semakin diminatinya sepakbola oleh kelas menengah ke atas yang mapan dari aspek finansial tentu kabar baik. Ini menunjukkan bahwa profesi sepakbola cukup menjanjikan. Dengan masuknya anak-anak dari kelas menengah ke atas, maka akan semakin banyak bakat-bakat muda yang bisa dipilih. Mereka juga digembleng dan mendapat pembinaan sepakbola yang benar dari awal.

Dari aspek kesehatan, anak-anak kelas menengah menjanjikan kondisi tubuh yang bagus. Asupan gizi mereka lebih terjaga dibandingkan anak-anak kelas menengah bawah. Dari aspek mentalitas, anak-anak kelas menengah atas sudah dibiasakan disiplin oleh keluarga mereka. Anak-anak pesepakbola dari kelas menengah atas juga tak akan mudah terkejut dengan gaya hidup mewah yang bisa dicapai kala mereka sukses. Mereka sudah terbiasa dengan hidup tak susah, sehingga tak ada sindrom ‘orang kaya baru’ atau ‘kere munggah bale’ (si miskin jadi raja).

Anak-anak itu berasal dari apa yang disebut sebagai ‘leisure class’ oleh Thorstein Veblen: sebuah kelas sosial yang punya banyak waktu bersenang-senang. Mereka bersepakbola tanpa harus memikirkan beban finansial. Ini tentu berpengaruh jangka panjang bagi pembentukan tim nasional kita ke depan. []

Komentar Pengunjung

Facebook Auto Publish Powered By : XYZScripts.com